Sabtu, 29 Desember 2012


LELAKON  ITU

 

Di balik layar triatikal yang diperankan

Tersimpan kelam misteri para lelakon kastil tua tak bertuan

Menyuarakan dari dasar palung terdalam

Ketololan sang pecundang

 

Pahitnya dari kemanisan lelakon

Bercerita naifnya egosentris

Menelanjangkan keambisian

 

Terbentang mata memandang

Jatuh di sebrang luasnya samudra

Berlabuh penjelajah hati

Memainkan irama metamorphosis

Menembus lorong dan waktu

Mengubah semuanya karena tergadai serakah

 

Terbagaimanapun seutas benang yang tipis dan rapuh

Tak kan mampu …

Sekalipun sekedar patamorgana yang berlalu

Bagai cibiran pemilik sarkasme

(by nimasgaluh, Desember 2012)

Kamis, 20 Desember 2012


 

MENGAPA FATAMORGANA ?

 

Bukan menari di atas altar kerinduan
Hanya separuh yang terbang melintas luasnya laut
Tanpa kemudi kapal terus menjauh
Hilang terhalang gelombang biru
Indahnya pagi dalam balutan nada-nada puitis
Merangkai logika ke  alam bawah sadar
Waktupun berlalu tanpa dipinta
Sesosok bayangan berkelebat cepat
Meninggalkan syair imajinatif
Tidak harus diterkam kuku-kuku tajam sang raja hutan
Tapi dentuman tetap menghujam dan
Memenjarakan dalam sangkar fatamorgana
Melukai batu pualam dari sebuah perjalanan
 



Dan dalam rentangan langkah .
Ada lorong terselip yang menggoda
Menggelitik genit dibuai angin semilir
Kupasang telinga dari desirannya
Barangkali terbawa tentang alunan dawai
Yang tergadaikan pada hamburan symponi merajuk
Semua terekam dalam kelindan khayal
Menyalakan kependaman dari sebuah rintihan
Mengurai mahligai peristiwa demi peristiwa
Termakan fatamorgana perlahan hilang di balik awan    
  
     

Jauh dalam jangkauan …

Menerobos derasnya hujan

Mengayun langkah mata ingatan

Sebentuk titik menjadi pelangi tabur warna

Dapatkah mengelantangkan secarik kain

Yang tergantung di ujung titian rindu ?

 

Mata terpejam

Sejenak dalam rasa

Terpentang deretan merajuk gelora
Membanting kedunguan atas nama cinta

             
                  (by nimasgaluh, Desember 2012)

Selasa, 18 Desember 2012


Kereta Berlalu

 

Satu rangkaian gerbong kereta …

Meninggalkan setasiun pendobrak angan dan mimpi

Menghentakkan kepulan asap memuai

Dari besi-besi rel yang tertinggal…

Teriakan peluit tanda dimulainya roda-roda berputar

 

Semakin jauh semakin terengah dalam gelegak rasa menjengkelkan

Menahan kebodohan ambisi yang tidak berujung jawab

Dan sederet warung-warung kopi menawarkan yang pahit

 

Temaram sudah hari berganti  

Ditukar dengan senyuman kecut dewi malam

Sambil mencibir bukan salahku

Hanya terpenjara fatamorgana

(by nimasgaluh, Desember 2012)

Rabu, 12 Desember 2012


SANG BLOWER

 

Mengapa selalu berputar seakan menjadi sebuah keniscayaan

Terseok dalam kearogansian singgasana

Berbalut kemasan apik tapi penuh misteri

Hembusan anginpun terhenti karena termangu-mangu

Merenungkan hingar bingarnya pentas seni badut

Yang datang dari pemeran bayaran

Terkatung sudah lelakon para satria

 

Kemolekan tarian kepalsuan

Menghipnotis sampai ke fatamorganapun

Terakumulasi dan mengadopsi tiruan-tiruan

Entah kapan …

Seperti merahnya darah berganti biru

(by nimasgaluh, 2012)

Sabtu, 08 Desember 2012


Pada suatu pagi

 

Berbalut embun pagi kumenungkan rona logika hari kemarin
Membaur rasa tersedak
Dengan ringkihnya memutar haluan
Di balik rimbunnya dedaunan
Yang siap mengolah peristiwa photosintesis

 

Mulai kubuka halaman demi halaman catatan harian
Dan sejenak saja menerawangkan satu dari sekian
          Peristiwa yang tercover
Tidaklah cukup untuk mengurai kesejatian
Tanpa ketajaman mata hati

 

Berbanding lurus antara khayal dan mimpi
Menyajikan persembahan teatrikal
Di bawah taburan kemerlip cahaya illusi
Membius para ambisi kenakalan
Di sudut temaramnya penerang
Tertatih karena sang penjelajah
Telah menyematkan keangkuhannya
Yang tertinggal hanya bayang menapak dalam kesinisan
 
                                                           (by nimasgaluh 2012)

 

Kamis, 06 Desember 2012


NADAKAH ?

 

Yang dihindari  mengapa menghampiri
Entah bagaimana lalu mengukir pahatan
Seiring musim berganti
Meninggalkan kesan 
Yang terletupkan deretan nada merajuk
Dan entah bagaimana akhir sang penjelajah
Menautkan labuhannya 
 

Terlalu banyak bahkan tak terhinggakan
Rangkaian nada itu menggubah alunan
Ke dalam rima harmonisasi
Namun tak terhingga pula lontaran nada bias
Mengusik ketrendilan tentang sebuah nyanyian
 

 Dan apa arti sebuah nama?
Terlalu naïf menggoreskan keharmonian nada
Sedalam rima yang tersusun
Dapatkah menggubah ke dalam tautan makna
Barangkali dari sekian deretan nada yang berharmonisasi
Satu nada dalam ruas menaik dan menurun
 
                                  (by nimasgaluh, 2012)

Kamis, 29 November 2012

LEGENDA KAMPUNG "KUTA" DAN KAMPUNG "SODONG" (Tambaksari - Ciamis)


 

 

 

Tak terasa perjalanan pulang kembali sudah sampai di tapal batas wilayah negara, sebuah wilayah kerajaan di mana dia dilahirkan sebagai seorang putri kedaton. Tapal batas kerajaan itu adalah sebuah sungai, yang ditandai dengan keluarnya air yang membludak dari dalam terowongan laksana keluar dari tenggorokan, dan terowongan air tersebut dinamakan Sanghyang Tikoro, sekarang sungai tersebut menjadi batas wilayah antara pemerintahan Daerah Tingkat I Provinsi Jawa Barat dan Jawa Tengah.

  

Dia berpikir sudah tak mungkin para pengejar dapat menyusul dia dan para dayang, karena sudah jauh sekali, dan juga tidak mungkin ketahuan sebab dalam perjalanan menuju ke tanah kelahirannya dengan sengaja menyamar, meyamar dari prajurit-prajurit yang senantiasa hendak menangkapnya agar bersedia menjadi persembahan upeti.

 

Dalam kepergiannya bersama ayahandanya tercinta ke tanah Majapait membawa harapan karena akan dipertemukan dengan saudara  yang kebetulan sudah lama tak bersua tak lebih dari itu, oleh karena, maka ketika ada undangan yang dinisbatkan sebagai pinangan untuk dirinya, dengan penuh perrtimbangan, mengingat tiada lazim pihak perempuan menemui pihak laki-laki, namun dasarnya adalah persaudararan, berangkatlah bersama para pengawal dan parang dayang, namun tidak banyak yang ikut pergi ke sana, seperti yang diceritakan selama ini, dan menurutku tidak tepatlah peristiwa tersebut sebagai peristiwa perang layaknya adu dua kekuatan yang lengkap dengan persenjataan.

 

Hari telah menjelang sore, terlihat sebuah batu di tempat yang menjorok (sedong) seperti layak untuk diduduki dalam mengasingkan diri. Dikeluarkanlah  mahkota (makuta) dari dalam gendongan (buntelan), sebagai tanda atau identitas bahwa dia  seorang putri.      

 

Dalam pengembaraan itu tak seorang pun tahu bahwa dia adalah seorang putri kedaton dari sebuah kerajaan berdaulat, jauh di lubuk hatinya dia ingin sekali pulang  dan menempati Kaputren tempat dia bercengkrama dengan handai taulan, bertemu dengan saudara dan Ibu permaisuri yang melahirkannya, namun dalam diri sudah bertekad tidak mungkin kembali ke Kerajaan, karena suatu alasan yang tidak dapat semua orang memahami apa yang sebenarnya sudah terjadi. Mereka hanya tahu bahwa kami semua sudah gugur dalam peristiwa tersebut.

 

Selama kurun dalam pengasingan bertapa, di  suatu waktu dan di suatu saat senantiasa mengadakan perjalanan ke daerah sekeliling, namun selalu kembali ke tempat dia bertapa di batu yang menyedong itu.

 

Seiring waktu dan masa berlalu jamanpun berubah sesuai kondisi dan situasi yang menyertainya, maka tempat di mana dia pernah mengeluarkan sebuah mahkota (Makuta : istilah dalam Bahasa Sunda). Tempat itu kini bernama Kampung Kuta, dan tempat bekas pertapaannya di batu yang menyedong tersebut bernama Kampung Sodong. Kedua tempat tersebut sekarang berada di wilayah kecamatan Tambaksari kabupaten Ciamis.
 
                                                                                          (by nimasgaluh, 2012)

 

 

Minggu, 25 November 2012

LEGENDA NAMA "PANULISAN" ( CIAMIS )




 

Konon cerita di sebuah tempat bernama Panulisan ( sekarang merupakan kota kecamatan kabupaten Ciamis).

Asal muasal tempat tersebut dinamakan “Panulisan” bermula dari kisah seorang putri cantik nan jelita dari  Galuh, yang sedang menjalani pengembaraan untuk menempa diri dalam mencari kesejatian.

Syahdan di suatu pagi yang cerah, putri Galuh tersebut hendak mandi, dia menuju ke sebuah lubuk (leuwi) yang airnya jernih sekali, di sebuah sungai besar yang tidak jauh dari tempat dia bertapa.

Putri itu kemudian meremdamkan badannya ke dalam air, terasa dingin di kulit, digosok-gosokannya badannya dengan bunga cempaka munding yang harum, serta rambutnya yang panjang dan hitam terurai ke dalam air, dibasuhkannya  dengan memakai ramuan bunga dan tumbuhan yang sengaja dia buat oleh tangannya yang halus mulus. Harum semerbaklah sekeliling tempat itu, dan tak berapa lama tiba-tiba datanglah kupu-kupu menghampiri sang putri, mula-mula satu ekor, dua ekor, tiga ekor lalu banyaklah kupu-kupu yang datang ke tempat di mana sang putri mandi. Kupu-kupu tersebut beterbangan mengelilingi sang putrid, seakan mereka tahu, putri itu bukan putri sembarangan, melainkan seorang putri yang lembut hatinya, halus peranginya, serta terampil dan cekatan dalam menghadapi sesuatu. Kupu-kupu tersebut seolah menyapa : “ Tuanku putri yang mulia ! Engkau adalah putri kinasih jelmaan bidadari yang turun dari Kayangan ! Hamba menghaturkan sembah ke hadapan duli Tuanku!”.

Setelah kejadian tersebut maka di suatu waktu tertentu, kupu-kupu tersebut berdatangan kembali ke tempat di mana sang putri mandi, dan pada saat kembalinya, kupu-kupu tersebut seperti ada yang melukis  ( tulisan ) sayap-sayap mereka. Semenjak itu, tempat tersebut dinamakan Panulisan.

Adapun putri yang diceritakan tersebut, dia lalu meneruskan lagi bertapanya, putri tersebut tiada lain adalah Ratnayu Putri Dyah Pitaloka Citraresmi.

                                                                 (by nimasgaluh)

Sabtu, 10 November 2012


Mairan na kecap “Ari”

Lain kabengbat komo kasasar palias
Nyorang jalan aya rumpilna
Enya ngukur kadali aya na diri
Geuning loba tarahal
Lamun teu apik nyaliksik teu asak ngasakan
Meunangna katideresa ku nu bahula
Bahula na makihikeun hirup
Ari hirup teh nu saha ?

Nu disawang na kongkolak panon
Nu dijeueung na implengan
Murudul guar panglipur
Ngaredes endah wangwangan
Dina jorelatna mawa ciciren
Ari rengkak polah teh tigin na papagon
             (ku nimasgaluh, Nov 2012)

Kamis, 25 Oktober 2012

TEU KAJUDI ...

 Lumpat na titincakan galur Galuh
 Nyered pakedulan lumantung ka beh kidul
 Nyorang sengked tina batu cadas
 Muntang kana haur koneng
 Heulang ngelik ti pasir astaringga
 Lebakeun gunung Sawal anjog kana curug nu katujuh
 Rongheap narik asma kurungan
 Ana ngumbah beungeut tiis nyelesep ngudar reged kakeumeuh
 Malipir sisi kowakan muru batu nu lemprah
 Diuk sila tutug ngadengkek napsu amarah nu rongkah
 Mata mencrong kana cai curug dibarengan narik nafas anu jero
 Malah mandar datang pituduh sangkan tinemu indit jeung teu inditna di ieu patempatan
 Nu kapanggih layar nutupan kaputren ana disingkabkeun aya nu nutup deui
 Geus kajudi pikeun milampah ka Majapait nemonan Hayam Wuruk bakal aya kajadian
 Tapi teu kabaca naon anu bakal kasorang gemet ieu jadi rasiah
 
                                                                (Ku nimasgaluh, 2012)

Sabtu, 29 September 2012

SETETES SAJA HARAPAN


Mengayuh perjalanan ternyata bukan ada onak dan duri
Berpeluh  dari keluh  para musafir
Masih tak kunjung beranyak  romantisme satu garis
Nun jauh di sana dari peradaban
Semata mengejar ambisi egosentris
Menapak angin …
 

            Mungkin hanya sebuah mimpi berwujud angan
            Meniadakan niscaya  tak  bergeming
            Rasa keadilan pun terhuyung dalam keangkuhan
       Mengerontang  di atas daun-daun  kering
 

Berlindung pada  ungkapan
Jangan pula bersangka karena sesuatu punya alibi
Praduga tak bersalah …
Tetapi kehidupan punya teka-teki misterius
Namun jangan pula lupa solusi membentang
Bahwa pembenaran bukan pula kebenaran
 

Mulut-mulut membaui aneka harapan
Dari gundah menuju ke gundah
Lewat titian kelana beradu dahaga dan cita
Hari kemarin bukanlah sekarang …
Namun esok lusa kerja keras para penabuh genderang

                                               (by nimasgaluh, 2012)

 

Rabu, 19 September 2012

RUMPAKA DYAH PITALOKA

             Medar lalakon bahe maweh carita
Carita dapon carita                                                      
            Nyolengkrah teu puguh salangsurup
Komo keuna kana enasna
Digunasika dina reka kawas perceka
Nu aya kalah hapa
Hanjelu ku siki hanjeli gening kahalodoan
 

                     Miang seja mapag kabagjaan
 Nalikeun wiwitan rundayan
 Nyiwit carita lawas nu gugon papagon
 Lain mungpang tapi nemonan pangajen nu mawa harepan
 Neundeun catur balarea yen bihari kungsi ngedalkeun kaheman
 Katalikung pasang subaya mikung dina papayung nu suwung
 Sajatina purbastisi purbajati
 Ngajegkeun nagari aya na harga diri enggoning nanjeur di buana
 

                      Geus kajudi carita lalakon nu kamari
              Kiwari moal sajalantrahna nu nepi ka sekeseler
              Da puguh eces saha  nu nyakrawati
              Geura guar tutungkusan
              Kacingcirihi diri nu nyangkaruk
              Lilana Saumur dumelah
              Nyingray mapag ciciren
              Muru dayeuh anyar mangsa tarate mangkak
 

                   Kaheman salira kasaput sutra jingga
Ngagedurkeun ambisi nu sumarambah
Teu kaampeuh nyedek neuleumkeun asih nu melentis
Bawaning ngajadi moal suda kapegat salaksa nyawa
Handeuleum muguran lain wayah
Jadi saksi nu ngabigeu
Ngantay carita teu eureun cumalimba dina catur balarea

 
                      Leunjeuran asih nu wening ngagurat natrat
 Najan dipindingan salaksa reka perdaya
              Teu galideur anggeur tigin nyiliwuri
 Mawa tangara komara karahayuan
 Sampeureun rundayan nu nyata sakaruhun
 

                  Salira ngajanteng ngawaskeun nu calik sisi empang
             Angin ngadalingding nyandak harewos tresna
             Tepang munggaran  pinuh harepan
             Pikeun  nyanding kakasih
             Ngolepat mancawura diteureuy pepedut
 

                   Dina simpangan kaheman
   Anjeun linggih nyandet pasini
   Nu teu kasorang di buana tatar raga  kawarti
   Seja nalikeun jalur rundayan nu pegat kasapih lajuning mangsa
   Muga  aya nu neruskeun pikeun tandang
   Dangiang Galuh  ngahiap nganti padungdung
 

                  Lulurung kalbu nyangreud pasini
 Patimu mangsa  anyar pinanggih
 Sirung asih kasapih cidra nu nyiliwuri
 Ngendagkeun nagari pasiuh dina carita
 Nu direka malar cumpon udagan kahayang
 Nangtungkeun diri dina kamagungan
 Nincak harupat pikeun neundeun kahadean
 Sulaya jeung kanyataan
Teu enggeuh  jaga bakal ditagih
 Nu nyucruk enasna lalakon
 Sanajan dipindingan kadali papayung ugeran da puguh semu
 Bedah neangan tatapakan nu kungsi kabunikeun
 Eces narembongan ngagelar nu jadi hakna
 

                    Katalimbeng aweuhan galura karumasaan
Ngabedah rasa nu campuh
Malipid mawa sungkawa nu ngageuri
Nyaliksik diri ngawisat raga
Nu ngan saukur rokrak
Na dadampar alam
Seja pasrah ka Yang Agung
 

                     Mangsa nu kasorang nganteur pangalaman
  Ngagalur parentul
  Sanaos seueur nu samar-samar
  Tingarudat ngagenyas katojo cahaya kahuripan
  Moal suda ngantay carita nu teu weleh
  Ngahiap panggupay tineung
  Najan paanggang ngalangkang na emutan
  Nyangkaruk dina tresna nyampay kaheman
  Mangloh  raratan nu kabunikeun jaman
  Lantaran ngancik ku pangreremo reka perdaya
                Ngaleungitkeun kaweningan ati tur kalantipan pikir


                Na ringkel kolbu
                Sajatining  rasa nu mo ngabias
                Ajeg ka ILLahiah turta pinuh ku Nur alannuri Husirulloh
                Mangka pijauheun larsup rupa-rupa nu teu dipiharep
                Bashiroh wening pinuh ku Zat ILLAHI
                Jeung tangtu waris tur hak nyangkaruk  minuhan acining hirup jeung huripna
                                                                       (ku nimasgaluh)