PERNAK-PERNIK
PENDIDIKAN 1
1. a.
Komite Sekolah
Seiring dengan berubahnya system pendidikan
yang sentralisasi ke desentralisasi. Tentu ada sejumlah agenda besar yang harus
dihadapi bersama antara pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholders) di
daerah. Para stakeholders inilah bertanggungjawab dalam memajukan sekolah.
Siapa stakeholders tersebut tak lain adalah Pemerintah Daerah, Dinas terkait, Masyarakat
setempat, dan partisipasi Orang Tua siswa.
Implementasi
di lapangan agar terlaksana secara sinergis antara pihak-pihak yang
berkepentingan (stakeholders), untuk memenuhi kebutuhan dan mengakomodasi
harapan yang terjadi dalam pendidikan. Maka perlu membentuk suatu wadah atau
lembaga untuk menampung dan menyalurkannya. Wadah tersebut berfungsi sebagai
forum di mana representasi para stakeholders sekolah terwakili secara
profoposional. Lembaga tersebut bernama Komite sekolah.
Komite Sekolah yang telah dibentuk itu
sifatnya mandiri, non politis, dan non profit, yang pada waktu pembentukannya
dipilih melalui musyawarah secara demokratis. Unsur-unsurnya terdiri dari orang
tua siswa, wakil siswa, wakil guru-guru, tokoh masyarakat setempat. Memiliki
tujuan untuk membentuk suatu organisasi dalam masyarakat yang mempunyai
komitmen dan loyalitas serta kepedulian terhadap peningkatan kualitas
pendidikan. Selain itu secara khusus mempunyai tujuan sebagai berikut :
1.
Mewadahi
dan menyalurkan aspirasi dan prakarsa masyarakat dalam melahirkan kebijakan
oprasional dan program pendidikan di satuan pendidikan.
2.
Meningkatkan
tanggung jawab dan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan dan pelayanan
pendidikan yang bermutu pada satuan pendidikan.
3.
Menciptakan
suasana dan kondisi transparan, akuntabel, dan demokratis dalam penyelenggaraan
dan pelayanan pendidikan yang bermutu pada satuan pendidikan.
Komite Sekolah yang dibentuk di setiap tempat
dan wilayah dapat dikembangkan secara khas dan berakar dari budaya, demografis,
ekologis serta nilai kesepakatan, juga kepercayaan yang dibangun sesuai potensi
masyarakat setempat. Oleh karena itu Komite Sekolah yang dibangun harus
merupakan pengembangan kekayaan filosofis masyarakat kolektif.
Peranan Komite Sekolah sebagai mitra sekolah,tentu
saja dalam perjalanan waktunya harus senantiasa memberikan semangat dan
dorongan terhadap penyelenggaraan pendidikan, agar terbangun kesadaran di
setiap sendi yang ada di kelembagaan itu sendiri, demi tercapainya tujuan
Pendidikan Nasional Indonesia seperti yang diamanatkan oleh Undang-Undang baik
UUD 1945 juga UU Pendidikan Indonesia. Komite Sekolah seyogyanya adalah komite
yang memiliki tingkat kepedulian tinggi terhadap masalah-masalah kebutuhan pendidikan, memiliki wawasan yang dinamis, proaktif, dan berkualitas, serta
menjunjung luhur nilai-nilai kejujuran.
b. Pengawasan
Salah satu fungsi kemanagemenan modern dalam
pengelolaan organisasi adalah pengawasan yang bertujuan untuk membina
pengelolaan organisasi atau lembaga tersebut. Hal itu berlaku pula dalam dunia
pendidikan, di mana peranan fungsi pengawasan merupakan satu hal penting demi
terjadinya keseimbangan antara fungsi-fungsi lainnya secara harmonis dan
sinergis. Dengan dioftimalkannya fungsi pengawasan akan tercipta sebuah
transparansi yang kredibel di semua lini, juga sebagai feed back terhadap
keseluruhan program yang dijalankan.
Yang berperanan dalam fungsi pengawasan di
sekolah adalah sebagai berikut :
1.
Kepala
Sekolah sebagai pucuk pimpinan
2.
Pengawas
yang ditugaskan secara khusus oleh dinas terkait
3.
Pengawas
mata pelajaran tingakat satuan pendidikan SMP dan SMA
4.
Komite
Sekolah
5.
Penilik
untuk pendidikan luar sekolah
2. a. Intrakurikuler
Yang dimaksud dengan intrakurikuler adalah pelaksanaan pembelajaran pada jam pelajaran efektif, di mana
keberlangsungan kegiatannya mengacu kepada kalender pendididkan yang ditetapkan
oleh pemerintah dalam hal ini adalah Departemen Pendidikan Nasional dan
Kebudayaan. Secara khususnya intrakurikuler itu adalah guru melaksanakan
kegiatan belajar mengajar di kelas berdasarkan jumlah jam jam pelajaran dan
mata pelajaran yang diampunya, yang telah diatur oleh PKS Kurikulum pada
masing-masing satuan pendidikan. Dalam artifisialnya guru melaksanakan RPP yang
telah dibuat dan disusun pada awal tahun ajaran atau juga dapat menggunakan RPP
tahun lalu yang telah mengalami perbaikan dan penyempurnaan sesuai dengan
kondisi dan kebutuhan.
b. Ekstrakurikuler
Ekstrakurikuler adalah kegiatan-kegiatan
yang dilakukan oleh siswa di lingkungan sekolah yang bertujuan mengakomodasi
dan menyalurkan potensi, bakat, minat dan hobi.
Program kegiatan ekstrakurikuler penting sekali karena berkaitan dengan pengembangan diri anak didik.
Dengan sejumlah pilihan yang ditawarkan pada program ekstrakurikuler memberikan
keleluasaan pada diri anak didik untuk mengekspresikan dan menggali potensi
diri, seiring dengan factor psikologis dan juga sosiologis, dengan adanya
kegiatan ekstrakurikuler akan menimbulkan rasa percaya diri anak didik karena
tidak sedikit dari mereka yang mengalami kesulitan belajar di kelas. Namun
karena memiliki potensi di bidang lain dapat teraktualisasikan pada program
tersebut. Banyak siswa yang tidak begitu berhasil pada bidang akademis, namun
justru mempersembanhkan sejumlah prestasi melalui kegiatan ekstrakurikuler.
Contohnya banyak anak didik berprestasi di bidang olah raga atau mengantongi
sejumlah kejuaraan di bidang seni. Tentu saja Guru atau pendidik harus memahami
dan menghargai potensi dan karakteristik anak didiknya. Guru jangan
menjustifikasi anak didik itu bodoh karena mendapatkan nilai matematika di
bawah KKM. Realisasi di lapangan berdasarkan pengalaman dan fakta yang terjadi
di lapangan, dahulunya siswa tersebut sewaktu bersekolah mendapatkan nilai
akademisnya kurang, namun ternyata di masa depannya berhasil menjadi pengusaha
sukses. Dengan bahasa lain siswa tersebut memiliki bakat di bidang
entreprenership, sehingga dia sukses menjadi pengusaha.
Sekedar
Illustrasi
Seorang guru mengajar di kelas binatang yang
heterogen, ada ikan, burung, dan kera. Dalam hal ini guru harus memainkan
peranannya sebagai guru profesional,
yang dapat menghargai kelebihan dan kekurangan dari masing-masing muridnya.
Artinya guru tersebut tidak mungkin mengajarkan terbang kepada ikan dan kera, juga sebaliknya tidak dapat mengajarkan
naik/memanjat kepada ikan dan burung, kecuali guru tersebut mempunyai strategi
dan pendekatan tertentu yang dianggap tepat dalam membelajarkan ketiga murid
binatangnya itu.
Dari cerita di atas dapat ditarik benang
merahnya, bahwa guru atau pendidik harus bijaksana dalam menjustifikasi anak
didiknya. Gambaran seseorang berprestasi tidak melulu ditayangkan dengan
tampilan angka-angka secara kuantitas.
c. Co kurikuler
Co
kurikuler adalah kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan di luar lingkungan sekolah
namun masih berkaitan dengan akademis. Kegiatan ko kurikuler merupakan
serangkaian usaha dalam pemerkayaan pelajaran. Kegiatan ini dilakukan di luar
jam pelajaran yang ditetapkan di dalam struktur program, dan dimaksudkan agar
siswa dapat lebih mendalam dan memahami apa yang telah dipelajar dalam kegiatan
intrakurikuler. Kegiatan ko kurikuler dapat berupa penugasan-penugasan.
Pekerjaan rumah yang menunjang kegiatan intrakurikuler.
Untuk pelaksanaan kegiatan ko kurikuler ada beberapa hal yang harus
diperhatikan :
1.
Harus jelas
hubungan antara pokok bahasan dan sub pokok bahasan yang diajarkan dengan tugas
yang diberikan.
2.
Tugas yang
diberikan tidak menjadi beban yang berlebihan bagi siswa baik fisik maupun
psikologis.
3.
Pengadministrasian
tugas harus tertib dan diusahakan menjadi referensi perpustakaan karya siswa.
4.
Penilaian
tugas harus menjadi bahan pertimbangan untuk penilaian selanjutnya, misalnya
untuk penilaian rapor dan ujian akhir.
3.
Tentang Pendidikan Karakter
Isu trend saat ini mengenai pendidikan
berkarakter atau juga diejawantahkan menjadi KTSP berkarakter, tengah mengalami
booming ditandai dengan adanya pelatihan-pelatihan, workshop-workshop, bahkan
ada yang sampai didanai kegiatannya melalui block grant.
Sebenarnya sejak
disyahkannya UUD 1945 Yang di dalamnya syarat dengan pembangunan manusia
Indonesia berkarakter, merunut kepada pernyataan ideologi Sukarno ( Presiden
pertama Indonesia) “Nation character building”. Mengandung makna tentang
pendidikan berkarakter juga, masalahnya terletak pada tersirat dan tersurat.
Kalau pada waktu-waktu lalu pendidikan karakter tersebut terintegrasi dalam
kurikulum secara tersirat, tetapi untuk sekarang pendidikan berkarakter
tersebut harus tersurat, di mana di dalam silabus dicantumkan dengan kolom
tersendiri sesuai dengan indicator yang
hendak dicapai oleh siswa.
Menurut versi pemerintah, pendidikan
berkarakter diwujudkan ke dalam 18 point kata oprasional. Kalau berbicara
tentang karakter sebetulnya tentu tidak terbatas kepada 18 point saja. Karena
tidak menutup kemungkinan masih banyak karakter-karakter lain di luar yang 18
point tersebut. Sepanjang nilai-nilai dan pranata-pranata kehidupan yang
terdapat di masyarakat, kalau dalam hal itu merupakan dan membentuk karakter
manusia yang positif, bukankah menjadi entri point dalam membangun karakter
manusia Indonesia yang madani?
Dikaitkan dengan setiap sekolah,
bahwa sekolah itu unik, mengapa? Karena sekolah merupakan satu kesatuan hidup
sekelompok manusia yang saling berinteraksi. Dalam bahasa lainnya dapat
dikatakan sebagai miniature sebuah masyarakat (komunitas). Untuk itu sebagai
sebuah komunitas atau masyarakat dengan anggota yang saling berinteraksi dengan
berbagai latar belakang, maka bangunan budaya dalam sekolah tersebut sangat
berpengaruh terhadap ketercapaian tujuan dan misi sekolah. Dengan demikian setiap
sekolah merupakan organisasi social yang unik dan memiliki budaya sendiri.
Keberhasilan sebuah lembaga pendidikan bergantung pada keberadaan budaya
tersebut. Hal ini semakin mengukuhkan pandangan bahwa setiap sekolah memiliki
budaya sendiri-sendiri.
4.
Opini
tentang Guru Profesional
a.
Rekrutmen
Guru
Beberapa hal terkait dengan rekrutmen guru pada saat ini adalah :
1.
Dedikasi
dan niat pengabdian calon guru.
2.
Ketidakmerataan
penempatan guru PNS di daerah-daerah.
3.
Ketersediaan
guru-guru di daerah terpencil, tertinggal, atau bahkan terdepan.
4.
Latar
belakang pendidikan guru dengan mata pelajaran yang diampunya.
5.
Keberadaan
guru sukwan dan honorer.
6.
Pentahapan
dalam mempersiapkan calon guru.
7.
Pelatihan-pelatihan
dalam rangka meningkatkan profesionalitas guru.
8.
Kompetensi
wawasan dan keterampilan yang dimiliki calon guru.
9.
Penumpukan penerimaan calon guru dengan mata pelajaran
tertentu.
10. Saat ini seleksi untuk calon guru hanya
sebatas administrasi.
Permasalahan di atas, tidak menutup
kemungkinan dapat dijadikan prasyarat terhadap rekrutmen guru berkaitan dengan
saat sekarang, di mana guru profesional sangat dibutuhkan, untuk penjaminan
mutu dan peningkatan kualitas pendidikan Indonesia.
Kalau kita mau studi banding tentang
bagaimana prosedur dalam tahapan rekrutmen calon guru untuk guru professional,
seperti yang terjadi di negara lain. Persoalan rekrutmen guru mengalami
beberapa tahapan dan diuji secara ketat, hal ini didasarkan bahwa pekerjaan guru
memerlukan persiapan dan kajian matang. Karena yang dihadapi guru bukan
bangunan struktur benda fisik, melainkan mahluk hidup yang bernama manusia,
yang tentu saja manusia dengan berbagai karakter dan berbagai tingkat
intelegensi.
Mengkaji
illustrasi di atas, menurut hemat saya perlu adanya suatu pola yang standar di
daerah di seluruh Indonesia untuk dijadikan prosedur dalam merekrut calon-calon
guru yang profesional dan handal. Calon guru selain memenuhi 4 kompetensi yang
didapat dari pengalaman akademis maupun non akademis, penting adanya bakti
pengabdian sebagai tahapan pemula terhadap calon guru tersebut. Di dalam masa
pengabdian inilah dapat dikembangkan sistem penilaian yang sifatnya apresiatif
dan kritis. Penilaian tersebut memerlukan suatu pengawasan yang transparan
serta menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran. Penilaian tersebut dapat
diejawantahkan ke dalam antara lain :
1.
Skala sikap
2.
Kompetensi
wawasan
3.
Keterampilan
dalam penggunaan metode pembelajaran
4.
Kreatifitas
dan aktualisasi diri.
Menurut Baedhowi, banyaknya guru yang belum profesional disebabkan rekrutmen
yang masih amburadul. Dalam proses rekrutmen guru, semestinya diadakan tes
kemampuan akademik, bakat mengajar, dan tes kemampuan mengajar (praktik), bukan
hanya tes teori," Sayangnya, itu masih jarang dilakukan," ujarnya.
"Karena itu, banyak guru yang belum berkompeten."
Saat ini, kata
dia, rekrutmen guru sudah tidak dilakukan oleh dinas pendidikan, tapi Badan
Kepegawaian Daerah (BKD). Guru dianggap sebagai pegawai biasa, tidak seperti
mengetes guru. Masalahnya sekarang, pemda punya komitmen terhadap guru atau
tidak?
Seorang guru
profesional, jelas Baedhowi, harus menguasai ilmu pengetahuan (knowledge)
sesuai bidang keilmuannya, metodologi, atau kemampuan mengajar, kesadaran
mengembangkan diri (good profesional ati-tude), dan mempunyai keahlian memilih
alat dan metode yang cocok untuk mengajar. "Guru juga diharapkan menguasai
teknologi, tidak ketinggalan dari muridnya, menguasai kurikulum, dan jadi
contoh bagi muridnya," tuturnya.
Baedowi
mengatakan, sebenarnya setiap pelatihan guru selama ini semua kriteria dan
metode pengajaran sudah sering dibahas. Kendalanya, materi pelatihan yang
disampaikan lebih banyak teori.
Dia menilai,
konsep pelatihan sudah bagus jika diimplementasikan dengan baik. Melalui
pelatihan, guna harus memecahkan permasalahan. Tapi masalahnya, guru merasa
tidak punya masalah. "Ini tantangan kita."
Menurut dia,
guru harus mengubah paradigma, bukan teaching, tapi learning. Untuk itu,
komitmen menjadi penting. Kata dia, "Kalau guru punya komitmen, masalah
ini selesai."
Persoalan lain
adalah volume guru yang besar. Dia mengungkapkan, jumlah guru tidak perlu
ditambah kecuali untuk guru yang pensiun. Yang diperlukanadalah peningkatan
mutu serta peran pemda dan kepala sekolah untuk memantau kinerja guru.
"Kami mulai melakukan perbaikan sistem pelatihan dan pendistribusian guru
karena selama ini kepala sekolah juga tidak peduli dengan kinerja guru,"
ungkapnya.
(Replubika, 23 Desember 2010)
5. FAKTOR GURU
Berikut ini merupakan phenomena yang
berkaitan dengan implementasi yang terjadi di lapangan, terutama di
daerah-daerah :
1. Kurang
proaktif terhadap perkembangan perubahan,
menyangkut pola pikir dari sumber daya manusianya. Yang dikedepankan
adalah reaktif dan kecendrungan menjadi afatis. Selama karakter ini tidak ada
usaha untuk berubah ke arah perbaikan,
mustahil ada perubahan yang signifikan. Memang ada sebahagian yang tentu
tidak demikian, namun apabila keadaan yang sedikit ini, tidak dijadikan
pendobrak bagi yang lainnya, tentu akan sulit mengejar ketertinggalan.
Sementara kemajuan jaman yang saat ini menjadi lisensi
Negara-negara maju kian melesat menancapkan kuku-kuku cengkraman ke segala
penjuru. Bila tidak diimbangi dengan kemampuan untuk menangkap phenomena
tersebut selamanya kita tentu berada dalam kegamangan terhadap perubahan. Perubahan yang dimaksud adalah perubahan
positif terwujudnya sumber manusia Indonesia yang mampu mengolah dan mengelola
Negara dan bangsanya, tanpa meninggalkan
kultur budaya bangsa yang telah menorehkan kebaikan bagi masyarakatnya
pada jamannya.
2. Budaya
baca masyarakat Indonesia termasuk para
guru dan murid masih rendah ini terbukti dari survey yang baru-baru ini
dilaksanakan oleh UNESCO, hasil studinya menunjukkan dari 39 negara, minat baca
di Indonesia menduduki posisi ke 38, posisi terendah di antara negara-negara
ASEAN.
3. Akibat
dari kurang baca di kalangan guru, menjadikan kurang kreatif dalam mengeksplor
bahan pembelajaran, metode pembelajaran, pendekatan pembelajaran, model-model
pembelajaran. Guru sudah cukup menggunakan sumber bahan dari satu buku, jarang
sekali melakukan analisis terhadap beberapa buku. Apalagi menggali bahan
belajar dari sumber-sumber selain buku teks yang sudah ada.
4. Pembelajaran
baru pada tahap pengajaran cenderung teoritis. Guru yang professional adalah
guru yang dapat memberikan inspirasi sehingga siswanya terbangun kesadaran
bahwa belajar itu merupakan suatu kebutuhan dirinya.
5. Terjadinya
lintas professional melalui PLPG dalam kurun waktu yang singkat terhadap guru yang berbeda dengan latar belakang
pendidikan sebelumnya. Inilah problem mengenai latar belakang pendidikan guru
dengan mata peljaran yang diampunya dan penumpukan penerimaan calon guru dengan
mata pelajaran tertentu. Bukan menafikan toh manusia dapat belajar
berkelanjutan, hanya saja dampaknya paling tidak apakah perubahan secara cepat
akan terwujud tentang kualitas pendidikan Indonesia saat ini? Dan satu hal lagi dari permasalahan tersebut
di atas, yaitu adanya perampasan hak mereka yang benar-benar sesuai dengan
latar belakang pendidikannya, tiba-tiba diserobot oleh mereka yang notabene jelas-jelas
tidak sesuai dengan latar belakang pendidikannya hanya karena harus
tersertifikasi. Tidak menutup kemungkinan permasalahan ini dapat masuk ke dalam
pola rekrutmen guru di masa depan.
(by nimasgaluh)