Jumat, 31 Agustus 2012


RUMPAKA TI PASISIAN

DINA LALAKON

Leumpang rumahuh na pagaliwota patalimarga kahirupan
Nyeueung hirup kumbuh nu pinuh ku tarahal jalan sorangeun
Na sisi gawir tepis wiring …
Nu teu kasorang ku aweuhan bur-berna kahayang
Geuning loba keneh nu can kaolah jeung diolah
Harepan jeung udageun hirup mere omber
Ka papayung nu wacis …
Pikeun nyubadanan malar adil palamarta
Da satemenna nu ngagelar dibarengan jeung hakna  
                                              

SAUKUR MANGPRING

Sora handaruan pasiuh dina sawer pasini jangji
Tandang dangah nyoren pusaka pangbebenjo somah
Geura haripeut sabab beak ku kasima
Kasima kamonesan nu dipoles pangrungrum
Pancaniti  nganti saukur catur nu bisa diukur
Dina gelaring tanding geuning rea keneh nu kabelejog 

Ka mana  leungeun ngaheuyeuk nu mawa mukti
Ngael bari teu nyiwit
Sanajan na amparan patulayah da puguh sulurna
Digeberan hihid ti kabuyutan nu wedi ku asihna
Dina ngarumat keur anak incu
Horeng kapiheulaan ku tukang tolombong 


NGAJURUNG DO’A KI PATANI

Pucuk pare ting aroyag ting karetip,
ciibun lir nu galumbira,
borelak cai pancuran anteng nyurug,
kolecer lilir lalaunan, lir babatek,
oyag bareng mayeng na basana,
napakuran jiwa jeung rohna,
ngabadan dua pikeun manjangkeun rundayan,
pohaci mere tawis dzikir tahmid muji ka Raja Alam,
sangkan hirup jeung hurip ngadohir,
lulus banglus ngagelar ranggeyan emas.
                                    (ku nimasgaluh, 2012)

Rabu, 29 Agustus 2012


KONTROVERSI BUBAT

Titik pemberangkatan argumentasi saya atas kajian peristiwa Bubat yang melahirkan kontroversi adalah 2 hal yang dianggap paling mendasar, pertama adanya penyangkalan terhadap bahwa peristiwa Bubat tidak pernah terjadi, kedua adanya perekayasaan terhadap pengkisahan peristiwa tersebut dalam penulisan, baik di Kidung Sunda atau juga di Kidung Sundayana, yang nota bene ditulis oleh seorang Dharmadyaksa dari Bali atas suruhan pihak Majapahit sendiri.

 Seandainya semua dari kita mau jujur dan gentlemen, menjelaskan tentang kebenaran yang sebenar-benarnya peristiwa tersebut. Barangkali kontroversi tentang kejadian Bubat tak perlu menjadi perdebatan berkepanjangan laksana lingkaran tiada ujung, bahkan  misteri peristiwa tersebut lebih misterius untuk diurai, yang dikhawatirkan malah semakin meruncing sentimen sukuisme antara Sunda dan Jawa atau Jawa dan Sunda. Padahal kalau kita runut ke belakang kejadian tersebut sudah ratusan tahun berlalu, biarlah peristiwa Bubat menjadi warna perjalanan sejarah Nusantara Indonesia, dan bagi orang Sunda merupakan sejarah tersendiri yang tersimpan di lubuk hati masing-masing, toh bila sesuatu sudah terjadi, hal itu merupakan sebuah guratan takdir dariYang  Maha Kuasa, tidak perlu menjadi bara dendam di hati terus menerus. Kalau yang dipersoalkan bertalian dengan di kota Bandung tidak ada nama jalan Hayam Wuruk dan Gajah Mada, barangkali di sini diperlukan sikap toleransi dan tenggang rasa atas kejadian yang menimpa terhadap nenek moyang orang Sunda dahulu, jangan dianggap orang Sunda tidak menaruh hormat terhadap jiwa persatuan dan kesatuan dalam frame NKRI.

          Sejatinya nenek moyang orang Sunda tidak berpendapat,  bahwa di kota Bandung tidak ada jalan bernama Gajah Mada dan Hayam Wuruk  sebagai akibat dari Tragedi Bubat,  melainkan  didasarkan kepada argumentasi dari kronologis perjalanan sejarah yang terjadi di tatar Pasundan.

   Dari mulai berdirinya kerajaan Salakanagara pada abad kesatu Masehi, yang kemudian diteruskan pada era Tarumanagara, sampai kepada masa berdirinya 2 kerajaan kembar yaitu Kerajaan Sunda di sebelah barat sungai Citarum, dan Kerajaan Galuh di sebelah timur sungai Citarum yang wilayahnya sekarang bernama Provinsi Jawa Barat. Diceritakan sampai kepada era kerajaan Galuh Kawali yang sejaman dengan Kerajaan Majapahit di sebelah timur,  sekarang  bernama Provinsi Jawa Timur, bahwa Kerajaan Galuh (Sunda) tidak pernah dikuasai oleh Majapahit. Kerajaan Galuh yang  pada masa itu berpusat di Kawali , merupakan sebuah kerajaan yang merdeka dan juga tidak ada pitutur yang menerangkan bahwa kerajaan yang berdiri di wilayah tersebut, selain tidak pernah berada di bawah kekuasaam Majapahit, juga tidak pernah menguasai/menjajah wilayah lain , kecuali daerah Kandaga Lante yang mengakui kedaulatan kekuasaan kerajaan  baik  Sunda,  Galuh, atau  Pajajaran.  Oleh karena itu pada rembukan untuk menamai jalan di kota Bandung  berdasarkan  argumentasi , bahwa  pada saat itu Sunda tidak berada pada kekuasaan Majapahit sekaligus terlepas dari Sumpah Palapanya Gajah Mada. Kesimpulannya,  tuduhan terhadap orang Sunda, yang katanya  “PENDENDAM”, adalah tidak tepat.

Hakikinya, dari sejarah untuk sejarah dan oleh sejarah, maka sebagai generasi pewaris sejarah tersebut menjadi sebuah keniscayaan untuk berlaku arif dalam menyikapi dan menilai dari kesejatian sejarah itu sendiri. Al hasil dari itu semua dijadikan pembelajaran yang berharga dalam kerangka membangun karakter bangsa menuju kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia.

                                                                           (by nimasgaluh, 2012)

   

SATU SISI DARI CERITA

 
     Barangkali cerita dari cerita yang berkisah berlaku sepanjang jaman
     Selagi rona mewarnai kehidupan dari perjalanan seorang anak manusia
     Memahatkan sebuah lukisan riwayat
     Menandai bahwa setiap manusia tak urung dari sisi kemanusiaan
     Sebagai mahluk ciptaan Sang Pencipta
     Tentu  sarat sisi kekurangan dan kelebihan
     Maka cerdaslah menuangkan hidangan ke dalam sajian kehidupan
     Meraih strategi kemenangan
 

Setiap helaan nafas menyiratkan sebuah anugrah kehidupan dunia
Berbagai cerita menebar ke seluruh peloksok
Ternyata terlalu banyak pahatan yang bolong
Dimakan rayap sepanjang musim
Menunggu kemahiran yang arif para pengelana
Dapatkah sang musyafir mengais cita di tengah kegundahan
Karena terlalu silau dari perbedaan yang nyata
 

Renungan  desahan memungkinkan lahir kearifan
Begitu banyak persoalan yang menumpuk
Membuat hingar bingar nafas dari setiap kemelut
Perjuangan dan pertarungan berproses karena waktu
Menjadi ukuran menoreh nasib yang berlaku
Maka diperlukan kebijakan yang arif dalam kearifan
Karena terlalu banyak yang menjadi ukuran
 

Tidak muluk cita dari seorang anak manusia yang berbeda nasib
Hanya karena sepotong roti yang sama ?
Meminta hadirnya sang bijak
Mengayuh dalam kelindan rantai keinginan
Bahwa dalam setiap status hakikatnya sama

                                   ( by nimasgaluh, 2012)

Sabtu, 25 Agustus 2012


DALAM PERMAINAN

 

Sang pemikat sembunyi di balik terali kemunafikan
Kepiluan dan keringkihan berbaur
Menjadi asa yang tergadai
Dalam kemenungan ku tengadah
Mungkinkah pagi di negri ini masih ramah menyapa para hulubalang

 

Obat penidur cah kangkung
Dihidangkan mulut manis nan menawan
Tak pernah tahu ada janji terbiaskan
Karena sepotong permen
Pelipur anak kecil minta digendong
Adakah sang pioner yang bijak
Membawa ke dalam keindahan negri yang damai ???

 

Auman harimau pertanda marah
Sebab muak meliat jatah makannya
Dibawa si pencuri yang tidak malu
Menendang bukan kepalang
Menyeruak dalam keramaian pasar pengobral diskon

 

Gaungan itu kembali membahana 
Membelah patamorgana yang kian larut
Dalam serangkaian seremonial tradisi
Membalut diri eklusifisme singgasana
Samar-samar terdengar rintihan musafir
Berkelana mencari sekedar pengganjal perut
Aduhai … ke manakah gerangan nasib bertabur ???

 

Dan deret senyum spanduk pun mengundang harap
Barangkali masih ada episode bermain bagai peneduh
Di padang tandus yang gersang
Mengais sejumput kerikil kemelut kehidupan
Yang tak lepas dari pergumulan isi perut berbaur cita dan asa saling bertaut
Maka usai sudah permainan petak umpet anak kecil

                                                  ( by nimasgaluh, 2012)