ANALISIS
KURIKULUM
A.
Selayang
Pandang
Sejak dikumandangkannya proklamasi kemerdekaan Republik
Indonesia di bidang Pendidikan Nasional,
kurikulum telah mengalami beberapa kali amandemen, seperti sudah menjadi
tradisi setiap pergantian penguasa, kebijakan program pendidikanpun seringkali
berubah, mulai dari kurikulum tahun 1947, 1952,
1964, 1968, 1975, 1984, 1994. Yang terakhir
perubahan kurikulum tahun 2006 yakni kurikulum
yang menggunakan istilah KTSP.
Perubahan tersebut merupakan konsekuensi logis dari terjadinya perubahan sistem
politik, sosial budaya, ekonomi, dan iptek dalam masyarakat berbangsa dan
bernegara. Sebab, kurikulum sebagai seperangkat rencana pendidikan perlu
dikembangkan secara dinamis sesuai dengan tuntutan dan perubahan yang terjadi di
masyarakat. Semua kurikulum nasional dirancang berdasarkan landasan yang sama,
yaitu Pancasila dan UUD 1945, perbedaanya pada penekanan pokok dari tujuan
pendidikan serta pendekatan dalam merealisasikannya.
Pada prinsipnya, KTSP merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari SI, namun pengembangannya diserahkan kepada sekolah agar
sesuai dengan kebutuhan sekolah itu sendiri. KTSP terdiri dari tujuan
pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat
satuan pendidikan, kalender pendidikan, dan silabus. Pelaksanaan KTSP mengacu
pada Permendiknas Nomor 24 Tahun
2006 tentang
Pelaksanaan SI dan SKL.
Standar isi adalah ruang lingkup materi dan tingkat
kompetensi yang dituangkan dalam persyaratan kompetensi tamatan, kompetensi
bahan kajian kompetensi mata pelajaran, dan silabus pembelajaran yang harus dipenuhi peserta didik pada
jenjang dan jenis
pendidikan tertentu.
Standar isi merupakan pedoman untuk pengembangan kurikulum tingkat satuan
pendidikan yang memuat:
- kerangka
dasar dan struktur kurikulum,
- beban belajar,
- kurikulum
tingkat satuan pendidikan yang dikembangkan di tingkat satuan pendidikan,
dan
- kalender
pendidikan.
SKL digunakan sebagai pedoman penilaian dalam penentuan
kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan. SKL meliputi kompetensi untuk
seluruh mata pelajaran atau kelompok mata pelajaran. Kompetensi lulusan
merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan
keterampilan sesuai dengan standar nasional yang telah disepakati.
Pemberlakuan KTSP, sebagaimana yang ditetapkan dalam
peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan SI
dan SKL, ditetapkan oleh kepala sekolah setelah memperhatikan pertimbangan dari
komite sekolah. Dengan kata lain, pemberlakuan KTSP sepenuhnya diserahkan
kepada sekolah, dalam arti tidak ada intervensi dari Dinas Pendidikan atau
Departemen Pendidikan Nasional. Penyusunan KTSP selain melibatkan guru dan
karyawan juga melibatkan komite sekolah serta bila perlu para ahli dari
perguruan tinggi setempat. Dengan keterlibatan komite sekolah dalam penyusunan
KTSP maka KTSP yang disusun akan sesuai dengan aspirasi masyarakat, situasi dan kondisi lingkungan dan
kebutuhan masyarakat.
KTSP yang dibuat dan disusun oleh tiap satuan
pendidikan, mulai dari satuan pendidikan dasar, menengah dan atas. KTSP tersebut tak lepas dari kerangka otonomi daerah sebagai
konsekwensi dilaksanakannya UU No 22 dan 25 tentang perubahan structural dari
sentralistik ke desentralistik. yang mengharuskan setiap sekolah dapat
mengembangkan KTSP sesuai dengan karakteristik daerah setempat. KTSP diharapkan
menjadi jaminan keberhasilan mutu pendidikan nasional Indonesia yang dapat
bersaing dengan dunia global. Ke depan dengan adanya KTSP semua satuan
pendidikan dapat mensejajarkan kualitas dan prestasi pendidikan tanpa terlepas
dari lingkungan di mana sebuah institusi pendidikan tersebut berada.
Implementasi di lapangan,
penyusunan KTSP tetap berdasarkan rambu-rambu dari pusat yang dibuat oleh Badan
Standar Nasional Pendidikan untuk melaksanakan 8 standar pendidikan sebagai
berikut :
1. Standar
Isi
2. Standar
Proses
3. Standar
Kelulusan
4. Standar
Penilaian
5. Standar
Tenaga Pendidik dan Kependidikan
6. Standar
Sarana dan Prasarana
7. Standar
Biaya
8.
Standar Pengelolaan
Selain ke 8 standar
tersebut, sekolah mendapat keleluasaan dalam mengembangkan standar lain sesuai
dengan karakteristik daerah dan lingkungan setempat. Artinya satuan pendidikan tersebut selain melaksanakan delapan standar
pendidikan, juga melaksanakan standar pengembangan yang telah dibuat bersama
komite sekolah.
Sebelum pelaksanaan KTSP
diberlakukan di tiap satuan pendidikan, sekolah-sekolah melaksanakan kurikulum
yang berbasis pada kompetisi, atau yang dikenal dengan sebutan KBK 2004. Pada
waktu pelaksanaan tersebut kurikulum 2004 baru pada tahap draft, belum
disyahkan oleh pemerintah. Namun yang terjadi di lapangan tidak sedikit
sekolah-sekolah yang ada di Indonesia kadung melaksanakan program pendidikan
mengacu kepada KBK 2004, ditandai dengan maraknya pelatihan-pelatihan yang
mengusung tentang kurikulum yang berbasis kompetisi.
Kurikukum yang dikembangkan tersebut menitikberatkan pada
pengembangan kemampuan untuk melakukan (kompetensi) tugas-tugas tertentu sesuai
dengan standar performance yang telah ditetapkan. Competency Based
Education is education geared toward preparing indivisuals to perform
identified competencies (Scharg dalam Hamalik, 2000: 89). Hal ini
mengandung arti bahwa pendidikan mengacu pada upaya penyiapan individu yang mampu
melakukan perangkat kompetensi yang telah ditentukan. Implikasinya adalah perlu
dikembangkan suatu kurikulum berbasis kompetensi sebagai pedoman pembelajaran.
Adanya perubahan-perubahan kurikulum tersebut merupakan
suatu usaha pemerintah maupun pihak swasta dalam rangka meningkatkan mutu
pendidikan terutama meningkatkan hasil belajar siswa dalam berbagai mata
pelajaran terus menerus dilakukan, seperti penyempurnaan kurikulum, materi
pelajaran, dan proses pembelajaran. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh
Soejadi (1994:36), khususnya dalam mata pelajaran matematika mengatakan bahwa
kegiatan pembelajaran matematika di jenjang persekolahan merupakan suatu
kegiatan yang harus dikaji terus menerus dan jika perlu diperbaharui agar dapat
sesuai dengan kemampuan murid serta tuntutan lingkungan.
Sejalan dengan visi pendidikan yang mengarahkan pada dua
pengembangan, yaitu untuk memenuhi kebutuhan masa kini dan kebutuhan masa
datang, maka pendidikan di sekolah dititipi seperangkat misi dalam bentuk
paket-paket kompetensi.
Kompetensi merupakan
pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam
kebiasaan berpikir dan bertindak. Kebiasaan berpikir dan bertindak secara
konsisten dan terus menerus dapat memungkinkan seseorang untuk menjadi kompeten,
dalam arti memiliki pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar untuk
melakukan sesuatu (Puskur, 2002a). Dasar pemikiran untuk menggunakan konsep
kompetensi dalam kurikulum adalah sebagai berikut :
(1) Kompetensi berkenaan dengan
kemampuan siswa melakukan sesuatu dalam berbagai konteks.
(2) Kompetensi menjelaskan
pengalaman belajar yang dilalui siswa untuk menjadi kompeten.
(3) Kompeten merupakan hasil belajar
(learning outcomes) yang menjelaskan hal-hal yang dilakukan siswa
setelah melalui proses pembelajaran.
(4) Kehandalan kemampuan siswa
melakukan sesuatu harus didefinisikan secara jelas dan luas dalam suatu standar
yang dapat dicapai melalui kinerja yang dapat diukur.(Puskur, 2002 a).
Kurikulum Berbasis Kompetensi merupakan perangkat rencana dan pengaturan tentang
kompetensi dan hasil belajar yang harus dicapai siswa, penilaian, kegiatan
belajar mengajar, dan pemberdayaan sumber daya pendidikan dalam pengembangan
kurikulum sekolah. Kurikulum Berbasis Kompetensi berorientasi pada: (1) hasil
dan dampak yang diharapkan muncul pada diri peserta didik melalui serangkaian
pengalaman belajar yang bermakna, dan (2) keberagaman yang dapat
dimanifestasikan sesuai dengan kebutuhannya (Puskur, 2002a).
Rumusan kompetensi dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi
merupakan pernyataan apa yang diharapkan dapat diketahui, disikapi, atau
dilakukan siswa dalam setiap tingkatan kelas dan sekolah dan sekaligus
menggambarkan kemajuan siswa yang dicapai secara bertahap dan berkelanjutan
untuk menjadi kompeten.
Seperti yang sudah dikemukakan, di atas bahwa adanya
perubahan-perubahan kurikulum tersebut merupakan suatu usaha dalam rangka
memperbaiki dan menyempurnakan program pembelajaran agar tujuan pendidikan di
Indonesian mencapai keberhasilan dengan kualitas yang dapat disejajarkan dengan
Negara lain yang sudah maju. Ada sekelumit cerita dari yang telah melaksanakan
studi banding ke negeri tetangga yaitu Malaysia mengenai kurikulum pendidikan
yang dilaksanakan di Negara tersebut. Ternyata di Malaysia justru yang
digunakan adalah kurikulum tahun 1975 ( mereka mengadopsi dari Indonesia), yang
menurut paradigma kita kurikulum tersebut sudah tidak laik karena kurikulum
1975 menitikberatkan kepada pembelajaran teoritis. Namun di Malaysia
penekanannya pada implementasi di lapangan, sebagai contoh salah satunya dalam
sajian bentuk tes atau ujian. Bentuk tes atau ujian yang diselenggarakan di Malaysia
disajikan dalam bentuk permasalahan
bukan bentuk pilihan ganda seperti di Indonesia. Sehingga kita dapat
menyimpulkan dengan pemberian tes seperti itu akan mempertajam daya kritis dan daya nalar siswa, tetapi dengan bentuk tes
pilihan ganda siswa yang tidak siap
untuk mengikuti ujianpun dapat menjawab, toh jawaban sudah disediakan.
B. Tentang Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
KTSP dibuat dan disusun
menjadi 2 dokumen yaitu :
a. Dokumen
1, isi dari dolumen 1 adalah memuat sebagai berikut :
1.
Lembar Pengesahan
2.
Kata Pengantar
3.
Daftar Isi
4.
BAB I memuat hal :
Ø Latar
Belakang Masalah
Ø Landasan
Hukum
Ø Tujuan
Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Ø Prinsip
Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
BAB II memuat hal :
Ø Visi Tingkat Satuan Pendidikan
Ø Misi
Tingkat Satuan Pendidikan
Ø Tujuan
Tingkat Satuan Pendidikan
BAB III tentang Struktur dan
Muatan Kurikulum yang memuat hal :
Ø Mata
Pelajaran
Ø Muatan
Lokal
Ø Pengembangan
Diri
Ø Pengaturan
Beban Belajar
Ø Ketuntasan
Belajar
Ø Kenaikan
Kelas dan Kelulusan
Ø Pendidikan
Kecakapan Hidup
Ø Pendidikan
Berbasis Keunggulan Lokal dan Global
BAB IV Penutup
Lampiran-lampiran
b. Dokumen
2
Dokumen
2 terdiri dari Silabus dan RPP
C.
Analisis Isi Kurikulum 2006 (KTSP)
Mengkaji
tentang sesuatu hal, termasuk tentang Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan tentu
tak lepas dari dua sisi yakni sisi kelebihan dan kelemahan. Dewasa ini KTSP dapat dikatakan menyentuh akar
permasalahan yang terjadi di lapangan, karena adanya muatan local dan
pendidikan berbasis keunggulan local maupun global
Kurikulum merupakan seperangkat perencanaan dan pengaturan mengenai
tujuan isi dan bahan pengajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyediaan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) yang diberlakukan Departemen Pendidikan
Nasional melalui Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), sesungguhnya
dimaksudkan untuk mempertegas pelaksanaan KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi)
artinya kurikulum baru ini tetap memberikan tekanan pada pengembangan
kompetensi siswa.
KTSP untuk jenjang pendidikan
dasar dikembangkan oleh sekolah dan komite sekolah dengan berpedoman pada
standar isi dan standar kompetensi lulusan serta panduan penyusunan kurikulum
yang diterbitkan oleh BSNP. Pengembangan
KTSP berdasarkan prinsip bahwa peserta didik memiliki potensi sentral untuk
mengembangkan potensinya agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.
KTSP juga dikembangkan dengan
memperhatikan keragaman karakteristik peserta didik serta kepentingan nasional
dan daerah untuk membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara,
dimana antara kepentingan nasional dan daerah harus saling mengisi serta jenis
pendidikan dengan tanpa membedakan suku, agama, dan antar golongan (SARA), adat
istiadat, status sosial, ekonomi dan gender. Sehingga sejalan dengan prinsip
Bhineka Tunggal Ika dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan KTSP adalah sebagai
berikut :
1. Peningkatan iman dan takwa
serta akhlak mulia
Keimanan dan ketakwaan serta
akhlak mulia menjadi dasar pembentukan
kepribadian peserta didik secara utuh. Kurikulum disusun yang memungkinkan
semua mata pelajaran dapat menunjang peningkatan iman dan takwa serta akhlak
yang mulia, terutama pada mata pelajaran agama dan PKn.
2. Peningkatan potensi, kecerdasan
sesuai dengan tingkat perkembangan dan kemempuan peserta didik
Pendidikan merupakan proses
sistematik untuk meningkatkan martabat manusia secara holistic yang
memungkinkan potensi diri (afektif, kognitif, psikomotor) berkembang secara
optimal.
3. Perkembangan IPTEK dan Seni
Pendidikan perlu mengantisipasi
dampak global yang membawa masyarakat berbasis pengetahuan. Oleh karena itu
kurikulum harus dikembangkan secara berkala dan berkesinambungan sejalan dengan
IPTEK dan Seni.
4. Dinamika perkembangan global
Pendidikan harus menciptakan
kemandirian baik pada individu maupun bangsa yang sangat penting ketika dunia
digerakkan oleh pasar bebas.
5. Persatuan nasional dan
nilai-nilai kebangsaan
Pendidikan diarahkan untuk
membangun karakter dan wawasan kebangsaan peserta didik yang menjadi landasan
penting bagi upaya memelihara persatuan dan kesatuan bangsa. Oleh karena itu,
kurikulum harus mendorong berkembangnya wawasan dan sikap kebangsaan serta
persatuan nasional untuk memperat keutuhan bangsa dalam wilayah NKRI.
6. Kondisi sosial budaya masyarakat
setempat
Kurkulum harus dikembangkan
dengan memperhatikan karakteristik sosial budaya masyarakat setempat dan
menunjang kelestarian keragaman budaya. Penghayatan dan apresiasi pada budaya
setempat harus lebih dahulu ditumbuhkan sebelum mempelajari budaya dari daerah
dan bangsa lain.
Hal-hal tersebut diatas mempunyai prinsip dan tujuan yang sama dengan mata
pelajaran PKn di sekolah dasar karena secara ideal PKn membentuk warga negara
yang memiliki wawasan berbangsa dan berneagara serta nasionalisme yang tinggi.
I. Kelebihan Kurikulum 2006 (KTSP)
Setiap kurikulum yang
diberlakukan di Indonesia memiliki kelebihan masing-masing tergantung pada
situasi dan kondisi pada saat kurikulum diberlakukan. Kelebihan-kelebihan KTSP
ini antara lain :
1. Mendorong terwujudnya otonomi sekolah dalam
pendidikan.
Tidak dapat dipungkiri bahwa
salah satu bentuk kegagalan pelaksanaan kurikulum di masa lalu adalah adanya
penyeragaman kurikulum di seluruh Indonesia, tidak melihat situasi riil di lapangan,
dan kurang menghargai potensi keunggulan lokal. Untuk itulah kehadiran KTSP
diharapkan dapat memberikan jawaban yang konkrit terhadap mutu dunia pendidikan
di Indonesia. Dengan semangat otonomi itu, sekolah bersama dengan komite
sekolah dapat secara bersama-sama merumuskan kurikulum sesuai dengan kebutuhan
situasi dan kondisi lingkungan.
2. Mendorong
guru, kepala sekolah dan pihak manajemen untuk semakin meningkatkan
kreatifitasnya dalam penyelenggaraan program pendidikan.
Dengan berpijak pada panduan KTSP sekolah diberi kebebasan untuk merancang,
mengembangkan, dan mengimplementasikan kurikulum sekolah sesuai dengan situasi,
kondisi dan potensi keunggulan local yang bisa dimunculkan oleh sekolah.
3. KTSP sangat memungkinkan bagi tiap
sekolah untuk mengembangkan mata pelajaran tertentu bagi kebutuhan siswa.
KTSP menitikberatkan pada mata pelajaran tertentu yang dianggap paling
membutuhkan siswanya. Sebagai contoh sekolah yang berada dalam kawasan
pariwisata dapat lebih menfokuskan pada mata pelajaran bahasa Inggris atau mata
pelajaran di bidang kepariwisataan lainnya.
4.
KTSP mengurangi beban belajar siswa yang sangat padat dan memberatkan kurang
lebih 20 persen.
Dengan diberlakukannya
KTSP beban belajar siswa berkurang karena KTSP lebih sederhana. Tetapi tetap
memberikan tekanan bagi perkembangan siswa. Alasan diadakannya pengurangan jam
pelajaran ini karena menurut pakar pendidikan anak bahwa jam pelajaran di
sekolah-sekolah selama ini terlalu banyak. Sehingga suasana yang tercipta pun
terkesan sangat formal. Akibat yang lebih jauh lagi dapat mempengaruhi
perkembangan jiwa anak. Hal ini dirasakan oleh siswa SD yang masih anak-anak
dan mereka membutuhkan waktu bermain yang cukup untuk mengembangkan
kepribadiannya secara alami.
5. KTSP
memberikan peluang yang lebih luas kepada sekolah-sekolah plus untuk
mengembangkan kurikulum sesuai dengan kebutuhannya.
Dengan adanya
muatan local, memberikan peluang besar
kepada daerah untuk mengembangkan daerahnya dengan berprinsip kepada kearifan
local. Disinyalir terjadinya degradasi moral di kalangan para pelajar, sebagai
akibat mengabaikan pesan-pesan moral para leluhur, di mana para kawula muda
saat ini kehilangan karakter. Oleh karena itu saat ini pendidikan karakter
harus diintregasikan ke dalam kurikulum, yang bertujuan untuk membangun manusia Indonesia yang tidak tercerabut dari
akar budayanya sebagai bangsa Indonesia. Alhasil dengan melaksanakan KTSP
mewujudkan sumber daya manuisia Indonesia yang unggul dan kompetitif di dunia
global melalui potensi-potensi local, yang memperlihatkan dan membuktikan bahwa
dengan keberagaman budaya Indonesia yang
terkandung dalam kearifan local masing-masing dapat menjadi sesuatu daya
saing.
II. Kelemahan Kurikulum 2006 (KTSP)
Setiap kurikulum yang diberlakukan di Indonesia disamping memiliki Kelebihan
juga memiliki kelemahan. Kelemahan-kelemahan KTSP antara lain :
1. Kurangnya SDM yang
diharapkan mampu menjabarkan KTSP pada kebanyakan satuan pendidikan yang ada.
Pola penerapan KTSP terbentur pada
masih minimnya kualitas guru. Sebagian guru belum bisa diharapkan memberikan
kontribusi pemikiran dan ide-ide kreatif untuk menjabarkan panduan KTSP. Selain
itu juga disebabkan pola kurikulum lama yang terlanjur mengekang kreatifitas guru,
ditambah keadaan guru di tiap satuan pendidikan tidak merata, sehingga
menimbulkan penumpukan beberapa guru pada bidang mata pelajaran yang sama.
Walaupun program sertifikasi guru baik melalui
PLPG maupun Portofolio yaitu yang
memprofesionalkan guru pada bidang mata pelajaran yang diampunya dengan latar
belakang pendidikan yang berbeda sudah berjalan, namun belum memperlihatkan
hasil yang signifikan.
2. Kurangnya
ketersediaan sarana dan prasarana pendukung sebagai kelengkapan dari
pelaksanaan KTSP.
Ketersediaan sarana dan
prasarana yang lengkap merupakan salah satu syarat yang paling penting bagi
pelaksaan KTSP. Sementara kondisi di lapangan menunjukan masih banyak satuan
pendidikan yang minim alat peraga, laboratorium serta fasilitas penunjang
lainnya, terutama untuk sekolah-sekolah yang ada di daerah serta keterjangkauan
alat tranfortasi yang terbatas mengakibatkan informasi-informasi sering
terkendala, yang pada akhirnya layanan dari pusat tidak maksimal.
3. Masih
banyaknya guru yang belum memahami KTSP secara komprehensip baik konsepnya,
penyusunannya, maupun praktek pelaksaannya di lapangan.
Masih rendahnya
kuantitas guru yang diharapkan mampu memahami dan menguasai KTSP dapat
disebabkan karena pelaksanaan sosialisasi masih belum terlaksana secara
menyeluruh.
4. Penerapan
KTSP yang merekomendasikan pengurangan jam pelajaran berdampak pada pendapatan
guru.
5. Rendahnya budaya baca di kalangan guru
sehingga minim kreatif dan inovatif untuk menggali dan mengembangkan KTSP,
padahal KTSP sudah memberikan ruang dan media untuk lebih mengakses pemahaman
wawasan, ide-ide, dan gagasan-gagasan strategis yang mengarah kepada
peningkatan mutu pendidikan.
Salah satu permasalahan yang termasuk
krusial berdasarkan pengalaman dan fakta yang terjadi di lapangan adalah
rendahnya budaya baca masyarakat Indonesia, termasuk para pelajar dan anak-anak kita.
Budaya membaca
menjadi kunci keberhasilan pembangunan pendidikan
Nasional di masa depan . Selama ini
kecenderungan pendidikan kita baru dalam tahap membangun masyarakat bersekolah
belum masyarakat belajar dan masyarakat membaca ( reading society).
Solusi terhadap
permasalahan tersebut, pertama keteladan dari guru atau pendidik tentang budaya
membaca itu sendiri, disinyalir dalam
hal ini, guru membaca hanya sebatas apa
yang diperlukan pada saat akan menyampaikan pokok materi saja. Tidak banyak
guru yang membaca bahasan-bahasan lain yang sebenarnya hal tersebut dapat menambah
dan meningkatkan wawasannya baik dalam hal yang menyangkut dengan keprofesiaannya,
ataupun pemahaman umum yang berguna bagi perkembangan kemampuan kompetensi yang
ada hubungannya dengan life skil lainnya. Kedua adalah ketekunan seorang guru
atau pendidik yang setiap saat membangun dan memupuk kesadaran siswa agar
membaca menjadi gaya model hidupnya. Tentu di sini memerlukan kepiawaian dan
kreatifitas guru, sehingga kegiatan membaca di kalangan para siswa
menjadi suatu kebutuhan utama, bukankah Nabi
kita Muhamad SAW yang pertama kali diajarkan oleh Malaikat Jibril dalam
menerima Wahyu Illahi adalah disuruh membaca ( Iqro ).Ketiga ketersediaan bahan
bacaan di sekolah-sekolah terutama yang ada di pedesaan-pedesaan atau di daerah
pelosok-pelosok masih dirasakan belum oftimal, pemenuhan-pemenuhan bahan bacaan
yang kontekstual belum menyentuh apa
yang diharapkan secara idealis. Hal tersebut menjadikan adanya
ketidakseimbangan antara sekolah yang ada di perkotaan dan sekolah yang ada di
pedesaan, sedikit banyaknya berimbas pada output mutu pendidikan.
( by nimas, 2012 )