Sabtu, 14 Juli 2012


PERNAK-PERNIK PENDIDIKAN  1

1.    a. Komite Sekolah

 Seiring dengan berubahnya system pendidikan yang sentralisasi ke desentralisasi. Tentu ada sejumlah agenda besar yang harus dihadapi bersama antara pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholders) di daerah. Para stakeholders inilah bertanggungjawab dalam memajukan sekolah. Siapa stakeholders tersebut tak lain adalah Pemerintah Daerah, Dinas terkait, Masyarakat setempat, dan partisipasi Orang Tua siswa.

Implementasi di lapangan agar terlaksana secara sinergis antara pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholders), untuk memenuhi kebutuhan dan mengakomodasi harapan yang terjadi dalam pendidikan. Maka perlu membentuk suatu wadah atau lembaga untuk menampung dan menyalurkannya. Wadah tersebut berfungsi sebagai forum di mana representasi para stakeholders sekolah terwakili secara profoposional. Lembaga tersebut bernama Komite sekolah.

Komite Sekolah yang telah dibentuk itu sifatnya mandiri, non politis, dan non profit, yang pada waktu pembentukannya dipilih melalui musyawarah secara demokratis. Unsur-unsurnya terdiri dari orang tua siswa, wakil siswa, wakil guru-guru, tokoh masyarakat setempat. Memiliki tujuan untuk membentuk suatu organisasi dalam masyarakat yang mempunyai komitmen dan loyalitas serta kepedulian terhadap peningkatan kualitas pendidikan. Selain itu secara khusus mempunyai tujuan sebagai berikut :

1.    Mewadahi dan menyalurkan aspirasi dan prakarsa masyarakat dalam melahirkan kebijakan oprasional dan program pendidikan di satuan pendidikan.

2.    Meningkatkan tanggung jawab dan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan dan pelayanan pendidikan yang bermutu pada satuan pendidikan.

3.    Menciptakan suasana dan kondisi transparan, akuntabel, dan demokratis dalam penyelenggaraan dan pelayanan pendidikan yang bermutu pada satuan pendidikan.

Komite Sekolah yang dibentuk di setiap tempat dan wilayah dapat dikembangkan secara khas dan berakar dari budaya, demografis, ekologis serta nilai kesepakatan, juga kepercayaan yang dibangun sesuai potensi masyarakat setempat. Oleh karena itu Komite Sekolah yang dibangun harus merupakan pengembangan kekayaan filosofis masyarakat kolektif.

Peranan Komite Sekolah sebagai mitra sekolah,tentu saja dalam perjalanan waktunya harus senantiasa memberikan semangat dan dorongan terhadap penyelenggaraan pendidikan, agar terbangun kesadaran di setiap sendi yang ada di kelembagaan itu sendiri, demi tercapainya tujuan Pendidikan Nasional Indonesia seperti yang diamanatkan oleh Undang-Undang baik UUD 1945 juga UU Pendidikan Indonesia. Komite Sekolah seyogyanya adalah komite yang memiliki tingkat kepedulian tinggi terhadap masalah-masalah  kebutuhan pendidikan, memiliki wawasan yang  dinamis, proaktif, dan berkualitas, serta menjunjung luhur nilai-nilai kejujuran.

b. Pengawasan

Salah satu fungsi kemanagemenan modern dalam pengelolaan organisasi adalah pengawasan yang bertujuan untuk membina pengelolaan organisasi atau lembaga tersebut. Hal itu berlaku pula dalam dunia pendidikan, di mana peranan fungsi pengawasan merupakan satu hal penting demi terjadinya keseimbangan antara fungsi-fungsi lainnya secara harmonis dan sinergis. Dengan dioftimalkannya fungsi pengawasan akan tercipta sebuah transparansi yang kredibel di semua lini, juga sebagai feed back terhadap keseluruhan program yang dijalankan.

Yang berperanan dalam fungsi pengawasan di sekolah adalah sebagai berikut :

1.    Kepala Sekolah sebagai pucuk pimpinan

2.    Pengawas yang ditugaskan secara khusus oleh dinas terkait

3.    Pengawas mata pelajaran tingakat satuan pendidikan SMP dan SMA

4.    Komite Sekolah

5.    Penilik untuk pendidikan luar sekolah


2.          a.  Intrakurikuler 

       Yang dimaksud dengan intrakurikuler adalah pelaksanaan pembelajaran  pada jam pelajaran efektif, di mana keberlangsungan kegiatannya mengacu kepada kalender pendididkan yang ditetapkan oleh pemerintah dalam hal ini adalah Departemen Pendidikan Nasional dan Kebudayaan. Secara khususnya intrakurikuler itu adalah guru melaksanakan kegiatan belajar mengajar di kelas berdasarkan jumlah jam jam pelajaran dan mata pelajaran yang diampunya, yang telah diatur oleh PKS Kurikulum pada masing-masing satuan pendidikan. Dalam artifisialnya guru melaksanakan RPP yang telah dibuat dan disusun pada awal tahun ajaran atau juga dapat menggunakan RPP tahun lalu yang telah mengalami perbaikan dan penyempurnaan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan.

b.  Ekstrakurikuler 

     Ekstrakurikuler adalah kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh siswa di lingkungan sekolah yang bertujuan mengakomodasi dan menyalurkan potensi, bakat, minat dan hobi.  Program kegiatan ekstrakurikuler penting sekali karena  berkaitan dengan pengembangan diri anak didik. Dengan sejumlah pilihan yang ditawarkan pada program ekstrakurikuler memberikan keleluasaan pada diri anak didik untuk mengekspresikan dan menggali potensi diri, seiring dengan factor psikologis dan juga sosiologis, dengan adanya kegiatan ekstrakurikuler akan menimbulkan rasa percaya diri anak didik karena tidak sedikit dari mereka yang mengalami kesulitan belajar di kelas. Namun karena memiliki potensi di bidang lain dapat teraktualisasikan pada program tersebut. Banyak siswa yang tidak begitu berhasil pada bidang akademis, namun justru mempersembanhkan sejumlah prestasi melalui kegiatan ekstrakurikuler. Contohnya banyak anak didik berprestasi di bidang olah raga atau mengantongi sejumlah kejuaraan di bidang seni. Tentu saja Guru atau pendidik harus memahami dan menghargai potensi dan karakteristik anak didiknya. Guru jangan menjustifikasi anak didik itu bodoh karena mendapatkan nilai matematika di bawah KKM. Realisasi di lapangan berdasarkan pengalaman dan fakta yang terjadi di lapangan, dahulunya siswa tersebut sewaktu bersekolah mendapatkan nilai akademisnya kurang, namun ternyata di masa depannya berhasil menjadi pengusaha sukses. Dengan bahasa lain siswa tersebut memiliki bakat di bidang entreprenership, sehingga dia sukses menjadi pengusaha. 

Sekedar Illustrasi

Seorang guru mengajar di kelas binatang yang heterogen, ada ikan, burung, dan kera. Dalam hal ini guru harus memainkan peranannya sebagai guru  profesional, yang dapat menghargai kelebihan dan kekurangan dari masing-masing muridnya. Artinya guru tersebut tidak mungkin mengajarkan terbang kepada ikan dan  kera, juga sebaliknya tidak dapat mengajarkan naik/memanjat kepada ikan dan burung, kecuali guru tersebut mempunyai strategi dan pendekatan tertentu yang dianggap tepat dalam membelajarkan ketiga murid binatangnya itu.

Dari cerita di atas dapat ditarik benang merahnya, bahwa guru atau pendidik harus bijaksana dalam menjustifikasi anak didiknya. Gambaran seseorang berprestasi tidak melulu ditayangkan dengan tampilan angka-angka secara kuantitas. 

c. Co kurikuler

    Co kurikuler adalah kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan di luar lingkungan sekolah namun masih berkaitan dengan akademis. Kegiatan ko kurikuler merupakan serangkaian usaha dalam pemerkayaan pelajaran. Kegiatan ini dilakukan di luar jam pelajaran yang ditetapkan di dalam struktur program, dan dimaksudkan agar siswa dapat lebih mendalam dan memahami apa yang telah dipelajar dalam kegiatan intrakurikuler. Kegiatan ko kurikuler dapat berupa penugasan-penugasan. Pekerjaan rumah yang menunjang kegiatan intrakurikuler.

     Untuk pelaksanaan kegiatan ko kurikuler ada beberapa hal yang harus diperhatikan :

1.    Harus jelas hubungan antara pokok bahasan dan sub pokok bahasan yang diajarkan dengan tugas yang diberikan.

2.    Tugas yang diberikan tidak menjadi beban yang berlebihan bagi siswa baik fisik maupun psikologis.

3.    Pengadministrasian tugas harus tertib dan diusahakan menjadi referensi perpustakaan karya siswa.

4.    Penilaian tugas harus menjadi bahan pertimbangan untuk penilaian selanjutnya, misalnya untuk penilaian rapor dan ujian akhir.

3.      Tentang Pendidikan Karakter 

          Isu trend saat ini mengenai pendidikan berkarakter atau juga diejawantahkan menjadi KTSP berkarakter, tengah mengalami booming ditandai dengan adanya pelatihan-pelatihan, workshop-workshop, bahkan ada yang sampai didanai kegiatannya melalui block grant.

                  Sebenarnya sejak disyahkannya UUD 1945 Yang di dalamnya syarat dengan pembangunan manusia Indonesia berkarakter, merunut kepada pernyataan ideologi Sukarno ( Presiden pertama Indonesia) “Nation character building”. Mengandung makna tentang pendidikan berkarakter juga, masalahnya terletak pada tersirat dan tersurat. Kalau pada waktu-waktu lalu pendidikan karakter tersebut terintegrasi dalam kurikulum secara tersirat, tetapi untuk sekarang pendidikan berkarakter tersebut harus tersurat, di mana di dalam silabus dicantumkan dengan kolom tersendiri sesuai dengan  indicator yang hendak dicapai oleh siswa.

              Menurut versi pemerintah, pendidikan berkarakter diwujudkan ke dalam 18 point kata oprasional. Kalau berbicara tentang karakter sebetulnya tentu tidak terbatas kepada 18 point saja. Karena tidak menutup kemungkinan masih banyak karakter-karakter lain di luar yang 18 point tersebut. Sepanjang nilai-nilai dan pranata-pranata kehidupan yang terdapat di masyarakat, kalau dalam hal itu merupakan dan membentuk karakter manusia yang positif, bukankah menjadi entri point dalam membangun karakter manusia Indonesia yang madani?

         Dikaitkan dengan setiap sekolah, bahwa sekolah itu unik, mengapa? Karena sekolah merupakan satu kesatuan hidup sekelompok manusia yang saling berinteraksi. Dalam bahasa lainnya dapat dikatakan sebagai miniature sebuah masyarakat (komunitas). Untuk itu sebagai sebuah komunitas atau masyarakat dengan anggota yang saling berinteraksi dengan berbagai latar belakang, maka bangunan budaya dalam sekolah tersebut sangat berpengaruh terhadap ketercapaian tujuan dan misi sekolah. Dengan demikian setiap sekolah merupakan organisasi social yang unik dan memiliki budaya sendiri. Keberhasilan sebuah lembaga pendidikan bergantung pada keberadaan budaya tersebut. Hal ini semakin mengukuhkan pandangan bahwa setiap sekolah memiliki budaya sendiri-sendiri.


4.   Opini tentang Guru Profesional  

a.    Rekrutmen Guru

Beberapa hal terkait dengan rekrutmen guru pada saat ini adalah :

1.    Dedikasi dan niat pengabdian calon guru.

2.    Ketidakmerataan penempatan guru PNS di daerah-daerah.

3.    Ketersediaan guru-guru di daerah terpencil, tertinggal, atau bahkan terdepan.

4.    Latar belakang pendidikan guru dengan mata pelajaran yang diampunya.

5.    Keberadaan guru sukwan dan honorer.

6.    Pentahapan dalam mempersiapkan calon guru.

7.    Pelatihan-pelatihan dalam rangka meningkatkan profesionalitas guru.

8.    Kompetensi wawasan dan keterampilan yang dimiliki calon guru.

9.    Penumpukan  penerimaan calon guru dengan mata pelajaran tertentu.

10. Saat ini seleksi untuk calon guru hanya sebatas administrasi.

    Permasalahan di atas, tidak menutup kemungkinan dapat dijadikan prasyarat terhadap rekrutmen guru berkaitan dengan saat sekarang, di mana guru profesional sangat dibutuhkan, untuk penjaminan mutu dan peningkatan kualitas pendidikan Indonesia.
    Kalau kita mau studi banding tentang bagaimana prosedur dalam tahapan rekrutmen calon guru untuk guru professional, seperti yang terjadi di negara lain. Persoalan rekrutmen guru mengalami beberapa tahapan dan diuji secara ketat, hal ini didasarkan bahwa pekerjaan guru memerlukan persiapan dan kajian matang. Karena yang dihadapi guru bukan bangunan struktur benda fisik, melainkan mahluk hidup yang bernama manusia, yang tentu saja manusia dengan berbagai karakter dan berbagai tingkat intelegensi.
    Mengkaji illustrasi di atas, menurut hemat saya perlu adanya suatu pola yang standar di daerah di seluruh Indonesia untuk dijadikan prosedur dalam merekrut calon-calon guru yang profesional dan handal. Calon guru selain memenuhi 4 kompetensi yang didapat dari pengalaman akademis maupun non akademis, penting adanya bakti pengabdian sebagai tahapan pemula terhadap calon guru tersebut. Di dalam masa pengabdian inilah dapat dikembangkan sistem penilaian yang sifatnya apresiatif dan kritis. Penilaian tersebut memerlukan suatu pengawasan yang transparan serta menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran. Penilaian tersebut dapat diejawantahkan ke dalam antara lain :
1.    Skala sikap

2.    Kompetensi wawasan

3.    Keterampilan dalam penggunaan metode pembelajaran

4.    Kreatifitas dan aktualisasi diri.

Menurut Baedhowi, banyaknya guru yang belum profesional disebabkan rekrutmen yang masih amburadul. Dalam proses rekrutmen guru, semestinya diadakan tes kemampuan akademik, bakat mengajar, dan tes kemampuan mengajar (praktik), bukan hanya tes teori," Sayangnya, itu masih jarang dilakukan," ujarnya. "Karena itu, banyak guru yang belum berkompeten."
Saat ini, kata dia, rekrutmen guru sudah tidak dilakukan oleh dinas pendidikan, tapi Badan Kepegawaian Daerah (BKD). Guru dianggap sebagai pegawai biasa, tidak seperti mengetes guru. Masalahnya sekarang, pemda punya komitmen terhadap guru atau tidak?
Seorang guru profesional, jelas Baedhowi, harus menguasai ilmu pengetahuan (knowledge) sesuai bidang keilmuannya, metodologi, atau kemampuan mengajar, kesadaran mengembangkan diri (good profesional ati-tude), dan mempunyai keahlian memilih alat dan metode yang cocok untuk mengajar. "Guru juga diharapkan menguasai teknologi, tidak ketinggalan dari muridnya, menguasai kurikulum, dan jadi contoh bagi muridnya," tuturnya.
Baedowi mengatakan, sebenarnya setiap pelatihan guru selama ini semua kriteria dan metode pengajaran sudah sering dibahas. Kendalanya, materi pelatihan yang disampaikan lebih banyak teori.
Dia menilai, konsep pelatihan sudah bagus jika diimplementasikan dengan baik. Melalui pelatihan, guna harus memecahkan permasalahan. Tapi masalahnya, guru merasa tidak punya masalah. "Ini tantangan kita."
Menurut dia, guru harus mengubah paradigma, bukan teaching, tapi learning. Untuk itu, komitmen menjadi penting. Kata dia, "Kalau guru punya komitmen, masalah ini selesai."
Persoalan lain adalah volume guru yang besar. Dia mengungkapkan, jumlah guru tidak perlu ditambah kecuali untuk guru yang pensiun. Yang diperlukanadalah peningkatan mutu serta peran pemda dan kepala sekolah untuk memantau kinerja guru. "Kami mulai melakukan perbaikan sistem pelatihan dan pendistribusian guru karena selama ini kepala sekolah juga tidak peduli dengan kinerja guru," ungkapnya.
                                  (Replubika, 23 Desember 2010)

5.         FAKTOR GURU
Berikut ini merupakan phenomena yang berkaitan dengan implementasi yang terjadi di lapangan, terutama di daerah-daerah :
1.    Kurang proaktif terhadap perkembangan perubahan,  menyangkut pola pikir dari sumber daya manusianya. Yang dikedepankan adalah reaktif dan kecendrungan menjadi afatis. Selama karakter ini tidak ada usaha untuk berubah ke arah perbaikan,  mustahil ada perubahan yang signifikan. Memang ada sebahagian yang tentu tidak demikian, namun apabila keadaan yang sedikit ini, tidak dijadikan pendobrak bagi yang lainnya, tentu akan sulit mengejar ketertinggalan. Sementara   kemajuan jaman yang saat ini menjadi lisensi Negara-negara maju kian melesat menancapkan kuku-kuku cengkraman ke segala penjuru. Bila tidak diimbangi dengan kemampuan untuk menangkap phenomena tersebut selamanya kita tentu berada dalam kegamangan terhadap perubahan.  Perubahan yang dimaksud adalah perubahan positif terwujudnya sumber manusia Indonesia yang mampu mengolah dan mengelola Negara dan bangsanya, tanpa meninggalkan  kultur budaya bangsa yang telah menorehkan kebaikan bagi masyarakatnya pada jamannya. 

2.    Budaya baca masyarakat Indonesia termasuk  para guru dan murid masih rendah ini terbukti dari survey yang baru-baru ini dilaksanakan oleh UNESCO, hasil studinya menunjukkan dari 39 negara, minat baca di Indonesia menduduki posisi ke 38, posisi terendah di antara negara-negara ASEAN.
3.    Akibat dari kurang baca di kalangan guru, menjadikan kurang kreatif dalam mengeksplor bahan pembelajaran, metode pembelajaran, pendekatan pembelajaran, model-model pembelajaran. Guru sudah cukup menggunakan sumber bahan dari satu buku, jarang sekali melakukan analisis terhadap beberapa buku. Apalagi menggali bahan belajar dari sumber-sumber selain buku teks yang sudah ada.
4.    Pembelajaran baru pada tahap pengajaran cenderung teoritis. Guru yang professional adalah guru yang dapat memberikan inspirasi sehingga siswanya terbangun kesadaran bahwa belajar itu merupakan suatu kebutuhan dirinya.
5.    Terjadinya lintas professional melalui PLPG dalam kurun waktu yang singkat  terhadap guru yang berbeda dengan latar belakang pendidikan sebelumnya. Inilah problem mengenai latar belakang pendidikan guru dengan mata peljaran yang diampunya dan penumpukan penerimaan calon guru dengan mata pelajaran tertentu. Bukan menafikan toh manusia dapat belajar berkelanjutan, hanya saja dampaknya paling tidak apakah perubahan secara cepat akan terwujud tentang kualitas pendidikan Indonesia saat ini?  Dan satu hal lagi dari permasalahan tersebut di atas, yaitu adanya perampasan hak mereka yang benar-benar sesuai dengan latar belakang pendidikannya, tiba-tiba diserobot oleh mereka yang notabene jelas-jelas tidak sesuai dengan latar belakang pendidikannya hanya karena harus tersertifikasi. Tidak menutup kemungkinan permasalahan ini dapat masuk ke dalam pola rekrutmen guru di masa depan.
                                                                                               (by nimasgaluh)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar